0274-587239
stpn@stpn.ac.id
Top

Siaran Pers 5/SP/VIII/BHH/2018

Siaran Pers
5/SP/VIII/BHH/2018

Bank Tanah cara Pemerintah Kendalikan Harga Tanah

Sudah menjadi suatu keniscayaan bahwa pembangunan memerlukan ketersediaan tanah dalam skala yang luas. Namun semakin hari semakin sulit memperoleh tanah. Akibatnya, harga tanah melonjak tinggi dan pemerintah mengalami kesulitan dalam memperoleh tanah bagi keperluan pembangunan baik untuk kepentingan umum maupun penyediaan perumahan bagi masyarakat. Kondisi ini menimbulkan gagasan pendirian bank tanah pada RPJMN 2015-2019.

Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN, Himawan Arief Sugoto pada acara Focus Group Discussion (FGD) tentang Bank Tanah di Pendopo Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN), Yogyakarta, Sabtu (4/8) mengatakan bahwa saat ini banyak pelaku usaha yang menguasai tanah sehingga masyarakat berpenghasilan rendah tidak memiliki aset. “Bank tanah menyeimbangkan sehingga mereka juga bisa menguasai aset,” ujar Himawan Arief Sugoto.

Sekjen Kementerian ATR/BPN mengungkapkan saat ini kondisi kenaikan harga rumah di Indonesia telah mencapai kisaran 200 persen setahun. Intervensi pasar yang dilakukan pemerintah dengan menyediakan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan bunga rendah juga belum mampu mendorong daya beli masyarakat sehingga masih banyak yang kesulitan memiliki rumah.

Kemudian ditambahkan olehnya bahwa Pemerintah tidak bisa mengendalikan harga konstruksi. Dari posisi suplai yang bisa dipastikan adalah harga tanah. “Bank tanah diperlukan untuk mengendalikan harga tanah, sehingga harga rumah lebih baik,” ucap Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN.

Bank Tanah yang nantinya berbentuk Badan Layanan Umum lanjut Himawan Arief Sugoto, berfungsi sebagai pengelola dan penyedia tanah secara nasional untuk kepentingan umum dan kepentingan pembangunan yang sumber objek tanahnya berasal dari (1) Tanah Cadangan Umum Negara; (2) Tanah Terlantar; (3) Tanah Pelepasan Kawasan Hutan (4) Tanah Timbul, Tumbuh, maupun bekas pertambangan (5) Tanah proses dari pengadaan langsung; (6) Tanah yang terkena kebijakan tata ruang; (7) Tanah Hibah, tukar menukar, hasil Konsolidasi Tanah serta tanah perolehan lainnya yang sah.

“Pemanfaatan tanah tersebut dapat diberikan dalam bentuk Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Pakai diatas HPL atas nama Bank Tanah Nasional,” ujar Sekjen.

Sementara itu pada kesempatan yang sama Direktur Jenderal Pengadaan Tanah Arie Yuriwin mengatakan bahwa dengan Program Strategis Nasional (PSN) sejumlah 245 proyek pada dasarnya Pemerintah sangat kesulitan untuk membebaskan tanahnya. “Contoh saja Bandara Kulonprogo dimana dalam dokumen perencanaan perkiraan biaya pengadaan tanahnya sekitar 1.8 triliun ini akhirnya pemerintah harus menyediakan dana sekitar 4,13 triliun,” ungkap Arie Yuriwin.

Hal tersebut lanjut Arie Yuriwin dikarenakan Pemerintah tidak menyiapkan tanah terlebih dahulu sebelum membangun yang mengakibatkan besarnya biaya untuk pengadaan tanah.”Untuk itu mengapa diperlukan Bank Tanah, karena Bank Tanah dapat menjamin ketersediaan tanah untuk berbagai keperluan pembangunan di masa yang akan datang,” pungkas Arie Yuriwin.

Humas Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

Media Sosial:
Twitter: @atr_bpn
Instagram: @Kementerian.ATRBPN
Fanpage Facebook: facebook.com/KementerianATRBPN
Youtube: Kementerian ATRBPN
Situs: atrbpn.go.id